(Tak) Bertuan dan Bercuan
Image source: Pinterest |
Yang pertama tengah berbahagia
Pernikahan baru satu bulan, sedang manis-manisnya
Pekerjaan ditinggalkannya, dibiarkannya saja mengudara
Semua perhatian tercurah di rumah, menjadi ibu rumah tangga, katanya
Bangun pagi, memasak, membersihkan rumah, dan besoknya bangun pagi lagi; siklusnya terus sama
Pengabdian pada suami dan keluarga yang terpenting, itu kata yang pertama.
Sementara, yang kedua juga sedang berjaya
Hidup di kota metropolitan, penghasilan dua-digit juta
Berkeluarga? Nanti dulu lah, katanya. Mau beli mobil dan rumah sendiri dulu saja
Hidup itu keras, rupiah tak kunjung menguat, harga lipstik bagus itu mahal, tambahnya
Mandiri secara finansial itu wajib hukumnya, dan bukan cuma priviles pria
Ya...itu yang dipercaya si yang kedua.
Yang ketiga? Hmm...apalah daya...
Hidupnya kadang terlalu naif, cenderung biasa saja
Belum bertuan, lagi cuan pun tak punya
Kadang, nasihat dari dua sahabatnya membuat hidupnya seakan kadaluarsa
"Menikah itu harus ditarget, ya di bawah umur xx", kata yang pertama
atau
"Jangan mau digaji kurang dari xxxx k", timpal yang kedua
Ah, pusing kepala si yang ketiga
Sebenarnya yang ia ingin hanya berkelana
Ya...mirip lah seperti yang dibilang Bang Haji Rhoma Irama
Pantang pulang sebelum didapat yang dicari, hidup menggali makna
Ah...hidup kan tak harus selalu sama, begitu pikir si yang ketiga
Ya kan, yang pertama dan yang kedua?
Entah apa yang akan dibawa garis tangan...Gusti, si yang ketiga cuma bisa berdoa
Namun...kadang di benaknya ia selalu bertanya,
"Ah, naif sekali...lalu apa yang aku punya?"
"Kebebasan", bisik suara hatinya...
Depok, 8 September 2015
Comments