Banda Neira: Yang Tumbuh dan Yang Berganti

Kaver Album ke-2 Banda Neira: Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

Mengidolakan sesuatu atau seseorang itu memang tidak boleh berlebihan. Apalagi mengidolakan musisi. Seringkali kita lupa bahwa mereka juga tumbuh. Cipta - rasa - karsa mereka pun berkembang dan kadang berbeda dengan apa yang kita idolakan sebelumnya. Apalagi kalau ada perubahan personil. Gumaman, "Band xxx sudah gak seperti dulu lagi", pasti keluar dari mulut dan berujung pada kekecewaan.

Saya terlambat suka dengan Banda Neira. Baru tahun yang lalu jatuh cinta dengan lagu "Di Beranda" di album mereka yang pertama. Selebihnya, lagu-lagu mereka yang lain itu pas sekali buat jadi teman saya di depan laptop atau mengerjakan report dulu. Tanya saja teman-teman kosan. Kalau dulu saya mendapat tugas pagi-pagi, lagu-lagu di album Berjalan Lebih Jauh (2013) selalu jadi playlist saya. Parapa, parapa, parapap parara. Kenyang hirup asap Kopaja. Maafkan jalan di Jakarta.

"Yang patah tumbuh, yang hilang berganti", menjadi tajuk album kedua Banda Neira pada tahun ini. Album ini terbagi atas dua cakram. Bagian pertama "Yang Patah Tumbuh", dibuka oleh Matahari Pagi. Optimis dan manis, sesuai dengan liriknya, "Matahari pagi, hangat dan menerangi dunia yang gelap, hati yang dingin. Perlahan berganti, menjadi bahagia." Lagu-lagu selanjutnya masih manis, sampai di track terakhir bagian pertama, "Sampai Jadi Debu". Track ini menampilkan Gardika Gigih sebagai pianis. Liriknya mungkin dipersembahkan untuk J.S Badudu dan Eva Henriette Alma K. Badudu, kakek dan nenek Ananda yang baru saja berpulang pada tahun ini. "Badai tuan telah berlalu, badai puan pun telah berlalu. Selamanya, sampai kita tua, sampai jadi debu. Ku di liang yang satu. Ku di sebelahmu." Musiknya entah kenapa mengingatkan saya pada film La Maison en Petits Cubes. Manis dengan nada kesedihan di dalamnya.

Dalam artikel sebuah majalah musik yang pernah saya baca, cakram pertama album ini memang lebih menggambarkan frase "Yang Patah Tumbuh", sementara cakram kedua adalah "Yang Hilang Berganti". Lirik-lirik di cakram kedua lebih kontemplatif, mulai dari Langit dan Laut, Derai-Derai Cemara (yang merupakan musikalisasi puisi Chairil Anwar), Tini dan Yanti (lagu ex. Tapol 65), Benderang, hingga akhirnya Yang Patah Tumbuh, Hilang Berganti itu sendiri. Jika boleh digambarkan, mungkin memang cakram pertama ibarat pagi hingga siang dengan segala sisi manis dan semangatnya, dan cakram kedua adalah sore sampai malam dengan sisi sentimentilnya.

Ketika album kedua ini dirilis, Banda Neira mengadakan konser sekaligus "perpisahan" untuk Rara Sekar, sang vokalis yang akan melanjutkan studi ke New Zealand. Kata "vakum sementara" adalah yang mereka gunakan saat itu.

Namun, tadi pagi saya membaca berita di sosial media bahwa band ini telah sepakat untuk dibubarkan. Bukan ganti aliran musik atau ganti personil saja. Kaget, tapi sebenarnya saya juga tidak heran karena masing-masing Ananda Badudu dan Rara Sekar adalah pribadi yang mungkin tengah mengejar mimpi personal mereka. Harapan saya, semoga Banda Neira bisa tumbuh dalam wujud lain dari karya Ananda dan Rara selanjutnya. Terima kasih untuk lagu-lagu manis dan "nelangsa" selama ini. Bukan patah atau hilang, tapi tumbuh dan semoga berganti.

Image source: dibandaneira.tumblr.com




Comments