Bohemian Rhapsody: Musik Eksperimental Queen dan Energi Freddie Mercury
Live Aid 1985 dalam film Bohemian Rhapsody |
Saya pertama kali mendengarkan lagu "Bohemian Rhapsody" mungkin ketika SMP dari koleksi CD orangtua saya. Ketika itu, saya hanya mengenal Queen dari lagu "We are the Champions", yang selalu diputar ketika puncak acara lomba, dari tingkat RT, sekolah hingga acara televisi. Mendengarkan Bohemian Rhapsody pertama kali mungkin adalah pengalaman yang aneh dan membingungkan karena saya jadi bertanya-tanya "ini sebenarnya lagu apa tho?"
Fast forward, minggu lalu menonton Bohemian Rhapsody yang kali ini merupakan film biopic Freddie Mercury dan Queen. Bioskop saat itu penuh, persis hingga barisan terdepan. Demografinya beragam; dari yang milenial (lebih banyak generasi Y daripada generasi Z) sampai yang seusia orangtua saya. Saya beruntung masih bisa menonton film dengan posisi duduk yang strategis.
Walaupun sempat dikomentari karena perbedaan postur badannya dengan Freddie Mercury, akting Rami Malek di sini sangat layak diapresiasi. Selain Rami, pemilihan cast Brian May sang gitaris juga mencuri perhatian karena kemiripannya dengan sosok aslinya. Namun, yang lebih mencuri perhatian lagi adalah bagaimana film ini mampu membawa penonton (atau setidaknya saya) ikut merasakan era kejayaan Queen, tentu dengan gaya hidup sang frontman dan berbagai lagu hits band yang latar belakangnya diceritakan cukup apik dalam alur cerita. Terlepas dari beberapa adegan film yang ternyata tidak akurat secara fakta, semuanya masih terbayar dengan emosi dan energi yang dihadirkan sepanjang film.
Yang lebih mencuri perhatian lagi? Bagi saya, tentu adalah adegan Live Aid 1985 di Wembley Stadium yang benar-benar membuat hampir seluruh penonton bernyanyi atau setidaknya mengangguk-anggukkan kepala mereka. Saya pun langsung mencari dokumentasi asli penampilan Queen yang ikonik itu. "Terpukau", mungkin kata itu yang bisa menggambarkan reaksi saya ketika melihat energi Freddie di konser itu sekaligus betapa film ini sangat memperhatikan detail-detail kecil untuk replikasi konser di film, mulai dari kostum hingga botol minum.
Di Indonesia, ada yang pernah mengatakan bahwa siapapun; baik yang sudah familiar atau tidak mengenal sama sekali, akan menjadi Slankers setelah menonton penampilan Slank secara live. Rumusan ini mungkin berlaku juga setelah menonton film Bohemian Rhapsody. Generasi yang lebih senior mungkin akan larut dalam nostalgia, sementara yang muda akan mencari tahu lebih dalam mengenai sang band legenda.
Pada akhirnya, musik Queen yang ekperimental pada masanya dan energi Freddie Mercury yang memang sangat ikonik adalah inti film ini. Semoga nantinya akan ada lebih banyak juga dokumentasi legenda musik Indonesia yang dikemas dengan baik sebagai arsip dan kebanggaan tersendiri pada masanya.
Comments