Whatsapp Pagi Bapak



Sumber gambar: articles.mercola.com

*Seandainya Gendis bisa berbicara langsung dengan Bapak
“Kling, kling, kling, kling, kling.”
Tanda dimulainya pagi Gendis adalah setiap ada whatsapp pagi dari Bapak
Pagi ini jumlahnya ada lima, biasanya bisa delapan bahkan sepuluh pesan
Isinya macam-macam, mulai dari gambar kopi, kata mutiara hingga teori konspirasi
Kadang berita yang disebar Bapak benar adanya, tapi berita dunia maya juga tak selalu bisa dipercaya.

Kemarin whatsapp Bapak mengenai izin kota satelit baru di Jakarta
Hari ini Bapak berbagi tentang alasan Bapak Presiden suka memberi hadiah sepeda
Tidak jarang juga Bapak memberikan informasi kesehatan; makanan berkolesterol dan bahayanya
Entah besok apa lagi yang akan dibagi Bapak
Yang jelas di setiap akhir pesannya, Bapak selalu bilang, “Semoga kamu sehat selalu dan bahagia.”

Sering Gendis tidak mampu membaca rentetan whatsapp Bapak yang banyak sekali
Hingga kadang hanya ia jawab dengan tanda jempol, senyum atau hati
Bukannya tidak suka, hanya kadang ia sudah terlanjur diburu rutinitas setiap pagi
“Biarlah nanti pesan-pesan Bapak itu aku baca sepulang kerja malam nanti”
Walaupun nyatanya pesan-pesan itu lewat saja seiring bergantinya hari.

*Seandainya dulu Bapak tidak seberani itu
Kadang Gendis merasa bersalah, namun kadang ia juga masih belum dapat menerima
Walaupun sudah hampir sebelas tahun berlalu, ternyata rasa marah itu masih ada
Andai Bapak dulu tidak usah membongkar soal rekening gendut jenderal atasannya
Pasti Bapak tidak akan pensiun secara tiba-tiba
Pasti Bapak masih bekerja, pasti Bapak masih bergelut dengan apa yang disenanginya.

Saat ini, Bapak dan ponselnya bagai lagu dua sejoli band Dewa 19
Ponsel dan Bapak tercipta untuk saling menemani, begitu katanya lirik lagu lawas
Mata Bapak selalu tertuju pada layar lcd persegi panjang, menunggu pesannya dibalas
Bapak punya banyak grup; mulai dari grup SD hingga teman-teman sesama pensiunan
Grupnya selalu ramai, entah dengan foto reuni atau kisi-kisi pergantian menteri
Kadang infonya meleset, tapi tak jarang juga bocoran info Bapak cukup presisi.

Bapak bangga sekali dengan Whatsapp dan grupnya, tapi Gendis tidak
Gendis rindu Bapak yang bisa menatapnya saat bicara
Gendis rindu dengan Bapak yang tidak sibuk dengan layar dan kamera
Hingga suatu hari ponsel Bapak rusak, diam-diam Gendis dalam hati bergembira
Walaupun akhirnya ponsel itu ia perbaiki juga karena tak tega.

Suatu hari juga pernah Arya datang ke rumah
“Tapi sepertinya Bapak tak suka aku ya”, begitu katanya
“Dimaklumi saja Nak, Bapak sedang asyik dengan grup Whatsappnya”, begitu nasihat Ibu kala itu
Ibu sering bilang, Whatsapp adalah hobi dan dunia baru Bapak saat ini
Makanya kami harus maklum, makanya kami juga tidak boleh mengeluh ini itu
“Yang penting Bapak bahagia”, begitu kata Ibu.

*Seandainya Whatsapp Bapak bisa Gendis balas satu per satu
Ingin rasanya Gendis katakan, jangan sering membagi info dari situs x
Situs x itu punya pemerintahan saat ini, isinya bagus-bagus saja pasti
Ingin juga ia bilang; untuk apa kata-kata mutiara yang sekedar jadi penghias
Semangat itu harus nyata, bukan hanya pesan virtual semata.

Sepertinya Bapak mulai mendengar isi hati Gendis
Hari itu beda seperti biasanya, Bapak menjemput Gendis sendiri sepulang kerja
Dulu Gendis malu sekali kalau dijemput sepulang sekolah, tapi sekarang ia rindu
Katanya, Bapak hari ini ingin traktir beli buku dan makan di restoran cepat saji
Kata Bapak lagi, ia ingin belikan buku cerita bergambar seperti saat sekolah dulu.

Bapak banyak mengobrol selama perjalanan
Bertanya soal macam-macam; mulai dari kerja hingga Arya, dengan tak lupa menyisipkan kekaguman pada presiden kesayangannya
Sesekali saja Bapak melihat ke ponselnya
Namun cahaya merah dari benda itu tidak diacuhkannya
“Hari ini Bapak puasa Whatsapp, Nak,” begitu kelakarnya
“Kenapa tidak dari dulu saja, Pak”, ujar Gendis yang kemudian disambut tawa Bapak.


“Kling, kling, kling, kling, kling.”
Gendis terbangun dari tidurnya
Jarang sekali ia bisa tidur pulas, apalagi ditambah mimpi dijemput Bapak
“Hari ini akan kubalas Whatsapp Bapak berapapun jumlahnya”, begitu niatnya.

Hari itu, pesan Whatsapp Gendis ada lima, namun tidak ada satupun dari Bapak
Yang ada hanya pesan dari Ibu;

Sejenak Gendis terdiam membaca, hangat tiba-tiba di pelupuk matanya;
“Nak, pulang ya. Bapak seda.”


Jakarta, 22 September 2017

Comments