Katanya, "hidup itu adalah perjuangan..."

Hari ini adalah hari penentuan buat saya. Seperti biasa, sebagai last minute person, semua selesai dengan cara mepet. Tadi pagi lembaran-lembaran yang sudah membuat galau selama satu semester itu akhirnya sudah bisa saya cetak, entah hasilnya nanti bagaimana. Namun, ketika semua terkumpul menjadi satu bundel kertas yang dengan embel-embel nama saya di halaman depannya, rasanya...campur-campur. Sedih, takut, sekaligus bahagia, karena pada saat yang sama ketika saya menoleh ke background laptop saya, ada gambar Ajik dan Mama yang juga ikut tersenyum melihat saya dan bundelan kertas ini.

Setelah perbaikan sana-sini, saya bergegas berangkat ke kampus. Namun, malang tak dapat ditolak, untung (mungkin) belum dapat diraih, motor saya mogok di tengah jalan. Bapak becak langganan, bapak tukang di belakang gang, semua ikut membantu. Katanya, "coba di stater, mbak.." "mungkin olinya, mbak..", tapi motor saya masih belum dapat berjalan.

"Coba dibawa ke Cak Di", begitu kata bapak tukang becak langganan saya. "Cak Di yang mana ya?" begitu tanya saya dalam hati. Namun, belum sempat saya mengucapkannya, ternyata lokasi rumah Cak Di sudah ditunjukkan bapak becak saya. Dan....ternyata....rumah Cak Di ada persis di sebelah kosan saya. Saya pun familiar dengan wajah Cak Di. Akhirnya, motor saya dibawa ke bengkel sekaligus rumah Cak Di yang dicat pink. Dugaan sementara adalah businya rusak (?), mungkin karena jarang dipanaskan (dasar pemalas!), dan juga seharusnya berbahan bakar Pertamax (yang ini gak pake gan).

Di kampus, tujuan selanjutnya adalah tempat fotokopian langganan saya, yang lagi-lagi warna cat dan memang namanya adalah "Pink." Saya selalu terkesima melihat mas-mas Pink beraksi, jari- jari mereka dengan cekatan menghitung lembaran kertas fotokopi, kalah deh mbak-mbak teller BTN yang menghitung rupiah di dekat kampus saya dulu. Di pink juga, ada beeerbagai pola macam anak kuliahan. Ada mahasiswa semester tua yang harap-harap cemas mencetak skripsinya, mahasiswa baru yang masih kikuk memanggil mas Pink dengan "Pak", atau mahasiswa tingkat tengah yang tadi request khusus fotokopi catatan temannya untuk dikecilkan sampai 5 kali.

"Iki wes, mahasiswa gak tau belajar. Ojok ditiru.", kata mas Pink tadi sambil bersungut-sungut, tapi dengan sukarela menawarkan untuk memperkecil lagi fotokopi catatan yang seharusnya zoom out 5 kali itu. hehehe.

Sementara, saya juga ikut dalam barisan depan mahasiswa yang harap-harap cemas menunggu hasil cetakan dan fotokopian. Sudah tradisi kalau di Pink selalu memutar lagu-lagu lawas Indonesia, khususnya yang beraliran rock a la Dewa 19. Dan tadi, playlist mas Pink pun bernyanyi...

"Hidup adalah perjuangan yang tak henti-henti. Usah kau, menangisi hari kemarin..."

Ah, Dewa 19 memang selalu jadi band favorit. Saya ingat lagu itu ada di album mereka "Bintang Lima", yang menurut saya salah satu album terbaik Dewa hingga saat ini. Kembali ke kampus lagi untuk mengumpulkan bundelan kertas saya, ternyata lembar penting yang harus saya bawa hari ini tertinggal di kos. Mau marah, kesel sama diri sendiri, namun adegan di pink tadi seakan di-rewind di otak saya...

"Hidup adalah perjuangan yang tak henti-henti. Usah kau menangisi hari kemarin....
(Tak cuma-cuma, tak cuma-cuma), begitu kata Once di back vocal..."

Semoga perjuangan kemarin berbuah manis, atau mungkin, perjuangan sebenarnya baru dimulai dari sini....


Comments