In Memoriam : Dik Dhani



"Ji, kalo hujan itu berarti Tuhan dan dewa-dewa di atas sana lagi pipis ya?"

Kata-kata itu yang selalu saya ingat dari mulut Dhani. Waktu itu pertama kali saya melihat dia ketika baru pindah ke Sidoarjo dan ke Pura JSA. Dhani kesayangan semua orang. Badannya gemuk, tapi lincah. Anak satu-satunya, tapi baik dan pintar. Selalu semangat buat bagiin bija ketika sembahyang. Suka jajan sate nugget di pura. Saya jadi jatuh cinta sama Dhani.

Kiran-kira setahun yang lalu, sekitar bulan Agustus, saya mendengar kalo Dhani sakit. Sakitnya parah, tumor otak. Tapi dia masih bisa tertawa, guyonan.

Lama kami tidak ketemu Dhani. Sibuk, jadi alasan utama. Baru beberapa bulan yang lalu saya, Aji dan Mama ke rumahnya Dhani. Ternyata keadaannya belum membaik, malah badannya bengkak. Waktu itu katanya Dhani nyebut nama saya paginya, dan kebetulan kami datang siang harinya.

Baru hari Sabtu kemarin saya dan Mama ke rumah Dhani lagi. Badannya sudah tidak bengkak, tapi dia jauh lebih tinggi dari Dhani yang pertama kali saya kenal tahun 2006 lalu. Tidurnya pulas. Dia baru terbangun ketika pemijat refleksinya datang. Itupun setelah ibunya mendengarkan lagu "Bersamamu" dari Vierra yang ternyata adalah lagu kesukaan Dhani. Saya masih ingat lambaian tangannya ketika saya dan Mama pulang.

Kemarin saya tidak bisa konsentrasi. Agak blank mind. Saya kira kemarin memang hari malas saya. Niat untuk baca bahan akhirnya saya tidur jam setengah 11, yang sebenarnya belum membaca apa-apa. Saya niat bangun pagi hari ini, tapi Aji lebih dulu membangunkan saya. "Dhani udah gak ada", itu kata ayah saya. Saya kaget, tidak percaya, berharap itu hanya mimpi. Tapi itu semuanya nyata, bukan mimpi.

Dhani meninggal dengan tersenyum, membawa sejuta kebaikan dan keceriaan yang sudah ia berikan kepada orangtua dan orang-orang lain di sekitarnya.

Selamat jalan, Dik Dhani. Sekarang Dhani bisa makan coklat sepuasnya di sana.

Comments